MAJALENGKA – Sejak tahun 2012 lalu, Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jawa Barat yang berada di wilayah Loji Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka, konsen mengembangkan unggas lokal yang berasal dari Ciamis.
Ayam Sentul namanya. Sebelum dinamai ayam Sentul, nama ayam ini tadinya yakni ayam Kulawu, mengingat corak warnanya yang mendekati warna abu-abu. Bahkan dalam sejarahnya, Ayam Kulawu atau ayam Sentul ini, dulunya dierami oleh ular. Maka tak mengherankan jika ada sebagian ayam Sentul yang corak warnanya mirip seperti warna sisik ular.
Keunggulan ayam lokal asli Jawa Barat asal Ciamis ini, yakni mudah dipelihara dan tahan kondisi lingkungan dan cuaca. Hal ini berdasarkan penuuturan dari sejumlah peternak yang konsen memelihara dan membudidayakan ayam Sentul.
Mengingat bahwa ayam Sentul ini tahan lingkungan dan cuaca, pemeliharaan dan perawatan ayam Sentul sejak DOC, atau sejak menetas hingga usia empat minggu, tingkat kematiannya rendah, ada di persentase 3 sampai 5 persen saja. Bahkan, sejumlah peternak menceritakan pengalamannya ada yang nol kematian.
Kepala BPPTU Jawa Barat, Ahmad Gufron mengatakan, pihaknya mengajak masyarakat Jawa Barat, untuk sadar akan pentingnya menjaga ekosistem lingkungan rantai makanan di sekitar rumah.
“Caranya yakni dengan memanfaatkan pekarangan atau lahan sebelah rumah, untuk beternak dan berkebun, ” ujarnya saat ditemui di ruangannya, Kamis, 21 Agustus 2025.
Pria yang akrab disapa Gufron ini menambahkan, ia punya konsep program yang disebut “Pirus”. Pirus ini kepanjangan dari Pipir Imah Diurus. Yang berarti bahwa jika ada lahan sebelah rumah atau belakang rumah yang kurang produktif, supaya dimanfaatkan oleh warga dengan ternak mini sekaligus berkebun.
“Kita ini mayoritas tinggal di desa, di sebelah rumah atau belakang rumah biasanya ada lahan yang nganggur, manfaatkan itu untuk beternak. Tidak perlu banyak, cukup 5 atau 10 sebagai awalan, “ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut Gufron, di Desa Ciamis, konsep Pirus itu telah diterapkan. Di sebelah atau belakang rumah di desa tersebut warganya beternak ayam Sentul, dengan populasi yang dipelihara antara 50 – 100 ekor ayam Sentul.
” Konsep ini telah diterapkan di salah satu desa di Ciamis. Ada yang 100 ekor ada juga yang 300 ekor. Sebab begini, kandang untuk 100 ekor ayam Sentul hanya dibutuhkan kandang yang panjangnya tidak sampai dua meter dan lebarnya cukup satu meter atau 80 cm, ” ucapnya
Dengan beternak ayam, maka sampah sampah dapur sisa makanan tidak akan terbuang percuma, sebab itu bisa menjadi pakan untuk ayam-ayam peliharaan di sekitar rumah.
Ayam sentul ini bandel, selain tahan terhadap kondisi ekstrem, juga sangat adaptif dengan pakan lokal dan kearifan lokal.
Diharapkan, PIRUS ini selain memanfaatkan lahan kosong untuk tambahan pendapatan keluarga, juga yang tak kalah pentingnya adalah keluarga dapat meningkatkan ketahanan pangannya.
“Konglomerat dunia saja, saat ini sedang konsen beternak. Kita orang desa juga harusnya lebih sadar juga. Dengan beternak ayam nantinya akan menghasilkan telur, dan bisa untuk konsumsi keluarga,” papar Gufron.
Melalui PIRUS, ayam sentul diharapkan menjadi backbone konsumsi protein hewani bagi keluarga. Oleh karenanya, pihaknya mengajak masyarakat, kaum muda milenial, ataupun masyarakat biasa secara pribadi ataupun kelompok agar sadar terhadap lingkungan sekitar. Pertarungan saat ini dan masa depan akan lebih berat, sebab zaman dan teknologi akan semakin canggih dan lebih banyak pekerjaan yang digantikan oleh robotik.
” Ketahanan pangan harus dimulai dengan cara beternak dan berkebun, mulailah dari sedikit dulu, ” pungkasnya. (Erik)
Ayam sentul ini ayam kampung ya?